ContohMenceritakan Peliharaan Bahasa Inggris . Berikut adalah contoh menceritakan hewan peliharaan dalam Bahasa Inggris dan artinya. Anda bisa menggunakan cerita di bawah ini sebagai contoh dan inspirasi menceritakan hewan peliharaan kucing dalam Bahasa Inggris. English. I have a very cute pet cat. His fur is grey, so I named him Bubu.
SubscribetoNastya Artem Mia IDN Nastya Artem Mia https://www.youtube.com/channel
Darikepala hingga kaki. Bahkan menurut cerita bapak, benda kiriman ini akan mengakibatkan malfungsi organ tubuh. Hingga korban sesak tak bisa bernafas, kaki bengkak, bahkan perut membesar karena terisi benda asing. Orang-orang yang memiliki ilmu lebih tinggi dari si pengirim, mungkin bisa mengirim serangan balik, atau mengembalikan serangan.
Hewanpeliharaan harus diperhatikan kondisi kesehatanya, makanannya, kandangnya, dan cara memperlakukan hewan peliharaan. Dengan pemeliharaan dan perawatan yang baik hewan peliharaan akan sehat dan tidak terkena penyakit. Berikut penjelasan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dari hewan peliharaan kita. 1. Kondisi Hewan.
. Peringatan Sebagian foto yang ditampilkan dapat mengganggu kenyamanan Anda SINGAPURA Dari seluruh aksi penyelamatan hewan yang melibatkan Lee Yao Huang dalam 15 tahun kiprahnya bersama SPCA Society for the Prevention of Cruelty to Animals, atau Kelompok Pencegahan Kekejaman terhadap Hewan, ada satu yang begitu membekas. Di satu rumah susun di daerah Clementi, Singapura, seekor anjing jenis silky terrier ditemukan berkeliaran di satu lantai kosong. Moncongnya terkatup akibat belitan kuat karet gelang. Saat diselamatkan, karet itu telah menembus hingga ke tulang. Luka selebar 3 cm yang melingkari moncong anjing kecil tersebut tak lagi berdaging, mulai membusuk, serta anyir. Seseorang telah memilih cara kejam itu untuk membungkam gonggongannya. "Bayangkan kita jadi hewan, bagaimana rasanya kalau mulut kita dijahit atau diikat? Sampai tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa komunikasi," ujar Yao Huang yang merupakan kepala operasional SPCA. Kasus serupa bukannya jarang terjadi. Laporan yang dirilis oleh SPCA pada April lalu menunjukkan bahwa kekejaman terhadap hewan di Singapura mencapai level tertinggi pada tahun lalu sejak 2020. Ada 481 kasus pada tahun 2020, 324 pada 2021, dan 511 pada 2022. Dan dalam tiga bulan pertama di tahun 2023, SPCA telah menangani sebanyak 229 kasus penyiksaan hewan. Menurut Aarthi Sankar, direktur eksekutif organisasi amal ini, jika tren yang sama berlanjut, diperkirakan laporan yang diterima oleh SPCA akan mencapai 800 kasus pada akhir tahun. Dalam enam bulan terakhir, rangkaian kasus penyiksaan terhadap hewan jadi sorotan di Singapura. Salah satunya melibatkan seorang anak yang melempar seekor kucing dari lobi lift. Ada pula pembantaian terhadap ular sanca oleh sekelompok pria di kawasan Boon Lay. CNA mewawancarai beberapa ahli kesehatan mental, kelompok perlindungan binatang, serta pihak berwenang. Ada apa di balik kasus-kasus penyiksaan terhadap hewan ini? Dapatkah dicegah? Bagaimana penanganan hukumnya? Seekor biawak diikat dengan selotip kiri dan tangkapan layar dari video yang menunjukkan seorang anak melontarkan kucing dari lobi lift di satu rumah susun. Foto ACRES, Facebook/Feline ADA YANG BERMULA DARI ISU KEJIWAAN Entah itu memukul ular karena takut, atau seseorang yang pemarah mendisiplinkan hewan peliharaannya dengan tangan besi, kekejaman terhadap hewan bisa berawal dari sesuatu yang sederhana seperti membalas serangan, atau yang lebih pelik seperti masalah kesehatan mental. Banyak pula motivasi yang tidak terkait dengan psikiatri. Ketidaktahuan akan cara merawat hewan secara tepat, sikap budaya dan lingkungan sosial tertentu, hingga emosi laten yang mendadak terpicu dapat berkontribusi terhadap perilaku menyiksa, kata Annabelle Chow, seorang psikolog klinis. Menurut para ahli, kondisi kejiwaan yang mendasari, seperti sifat impulsif, lemahnya kontrol emosional, dan kurangnya empati, termasuk pendorong utama perbuatan menyiksa hewan. Ketiga karakteristik tadi sering terlihat pada mereka yang memiliki gangguan kejiwaan, seperti individu dewasa yang antisosial. Menurut dr. Adrian Wang, seorang psikiater, penderita gangguan ini cenderung agresif dan sering melakukan kekerasan fisik maupun verbal. "Masalah utamanya ada pada core value system yang keliru. Mereka tidak bisa membaur di masyarakat karena cuma mementingkan diri sendiri. Mereka sering kali senang melihat orang lain menderita," jelas dr. Wang. "Meski diklasifikasikan sebagai gangguan kejiwaan, bukan berarti perilaku ini bisa dibenarkan. Di sini artinya ada cacat karakter dengan ciri utama berupa kurangnya empati dan rasa penyesalan." Psikiater dr. Lim Boon Leng setuju bahwa individu dengan ciri-ciri antisosial atau psikopatik memiliki tingkat empati yang rendah terhadap hewan. Menurut dr. Lim, mereka lebih tega menganiaya hewan karena tidak adanya dampak bagi diri mereka sendiri, sehingga hewan-hewan lemah di sekitar mereka pun menjadi sasaran empuk. "Di sini kita bicara soal apakah korban bisa mengekspos pelaku. Hewan kan tidak bisa mengekspos pelaku, jadi mereka ini korban yang sangat 'low-risk,' istilahnya. Saya kira itulah kenapa mereka terus balik ke hewan," tambahnya. Menurut dr. Wang, kontrol impuls yang lebih rendah juga menjadi ciri individu dengan IQ rendah maupun cacat intelektual. Ia menambahkan, individu semacam itu mungkin saja tidak mampu memahami konteks perilaku mereka. "Dibutuhkan fungsi otak yang lebih tinggi untuk mengendalikan dan mengelola emosi. Jadi yang IQ-nya rendah ini lebih meledak-ledak amarahnya." Psikiater konsultan senior di Promises Healthcare, Singapura, dr. Jacob Rajesh, menjelaskan bahwa rendahnya IQ juga bisa dikaitkan dengan kurangnya kemampuan mengatasi rasa frustrasi. "Mereka lebih impulsif. Saya pernah menjumpai satu atau dua kasus di mana mereka melukai kucing sampai cukup parah. Ini tidak terlalu umum, tapi bisa saja terjadi," ujarnya. Berdasarkan berbagai penelitian yang menyajikan korelasi antara kekerasan dalam rumah tangga dengan tindakan penyiksaan hewan, para ahli menyebutkan bahwa pelaku penyiksaan itu sendiri mungkin pernah menjadi korban kekerasan. "Para pelaku penyiksaan sering punya beberapa ciri dan pengalaman yang sama. Misalnya riwayat pengalaman traumatis dini seperti dilecehkan, ditelantarkan, atau penyalahgunaan narkoba, juga riwayat kekerasan dalam rumah tangga ataupun bullying," jelas Chow. Jika dibiarkan, mereka bisa makin kejam, makin sering melakukan kekejaman, bahkan dapat melakukannya terhadap sesama manusia, jelas para ahli. "Kalau sampai tega berlaku kejam terhadap hewan, itu tandanya kurang empati, dan ketika empati kurang, hal yang sama berlaku dalam perlakuan terhadap sesama manusia," kata dr. Lim. "Ketika tingkat empati seseorang itu lebih rendah, dia tidak merasakan sakit yang mungkin dirasakan orang lain, sehingga dia jadi lebih gampang menyakiti." Individu semacam ini mungkin saja menjadikan anggota keluarga yang cenderung pasrah, misalnya anak-anak, sebagai targetnya. KURANG KESADARAN BERBUAH INTOLERANSI Beberapa individu memilih untuk mengambil tindakan sendiri dan menyakiti hewan yang memasuki ruang-ruang hidup mereka. Anbarasi Boopal selaku salah satu direktur utama ACRES Animal Concerns Research and Education Society, atau Kelompok Penelitian dan Pendidikan Kepedulian Hewan mengaku ia telah menjumpai berbagai situasi semacam itu. Lembaga tersebut mencatat 69 kasus kekejaman terhadap satwa liar pada 2019, 49 pada 2020, 86 pada 2021, dan 56 pada tahun lalu. Ketika hewan liar ditemukan di tempat yang tidak terduga, mereka yang mencoba untuk memindahkan hewan tersebut pada akhirnya justru melukainya, kata Anbarasi. Dia menyebutkan, beberapa bulan lalu di satu gedung prasekolah, seorang guru menyiramkan air mendidih ke seekor ular-terbang firdaus hingga mati. Ular-terbang firdaus ini disiram oleh seorang guru prasekolah dengan air mendidih sampai mati. Foto ACRES Di antara kasus yang ditangani ACRES dalam tiga tahun terakhir adalah biawak yang dibeliti selotip, merpati yang ditancapi jarum, serta iguana dengan kaki diikat. "Ternyata ketika menyangkut hewan seperti ular dan biawak, orang cenderung mendahulukan rasa takut, dan apa pun yang dilakukan terhadap binatang-binatang itu dianggap benar," kata Anbarasi. "Itu dia kekhawatiran terbesar kami. Kami menemukan bahwa pencegahan saja tidak cukup. Kita butuh kesadaran lebih. Kita butuh toleransi lebih, juga pemahaman bahwa kalau Anda sebegitu takutnya dengan ular, seharusnya dari awal jangan didekati." Menurut Anbarasi, ketika interaksi antara manusia dengan alam begitu “terkendali” dan “tertata,” atau ketika keterhubungan manusia dengan hewan terbatas pada media, satwa liar cenderung disalahpahami. "Intinya, rasa takut yang kita semua punya itu ternyata kita serap, entah itu lewat film atau penggambaran tertentu tentang ular di media mainstream. Kata-kata seperti berbahaya, agresif, berbisa, racun – ada istilah-istilah tertentu yang dilekatkan dengan kelompok hewan tertentu." Melihat petugas ACRES memegang ular, orang-orang menyadari hewan tersebut tidak seseram yang mereka bayangkan, ujar Anbarasi. Ia menambahkan bahwa tidak ada satwa liar pemangsa manusia di Singapura. Dalam insiden yang terjadi baru-baru ini di luar Pasar Boon Lay Place, Singapura, sikap tidak toleran terhadap hewan yang dianggap berbahaya terlihat dalam penyiksaan terhadap seekor sanca kembang. Dalam satu video yang diunggah ke laman Facebook ACRES pada April lalu, sekelompok pria terekam mencengkeram sanca tersebut pada ekornya sembari menendangi dan memukulinya dengan kerat dan ember. Para pria itu tertawa sepanjang kejadian, hingga akhirnya salah satu dari mereka membunuh ular itu dengan cara menebasnya dengan pisau daging. Sekelompok pria terekam kamera tengah memukuli lalu memotong seekor sanca dengan parang di Pasar Boon Lay Place, 18 April 2023, menurut kelompok penyayang binatang ACRES. Tangkapan layar Instagram/eyesofacres Ditanya mengapa ada hewan yang disukai dan ada yang dibenci, para ahli mengatakan tiap hewan memang dinilai secara berbeda-beda, dan sebagian dianggap berbahaya. "Banyak orang takut ular dan melihatnya sebagai sesuatu yang jahat dan buruk. Dalam cerita rakyat, ular dipandang menjijikkan dan jahat, tapi secara biologis ular itu cuma hewan biasa," ujar dr. Wang. Dalam kasus-kasus yang melibatkan sekelompok orang, biasanya terdapat satu pemimpin dengan "kepribadian kuat" yang memengaruhi pihak lain untuk mengikutinya, kata dr. Wang. Ia menambahkan, hal serupa sering ditemukan dalam perkelahian antargeng. Ditambahkan dr. Rajesh, mentalitas keroyokan bisa jadi berperan dalam insiden ular sanca atau piton tadi. "Ketika seseorang menyerang, mencoba membunuh ular, kadang ada orang lewat yang lalu ikut-ikutan mencoba membunuh ular itu bersama-sama," katanya. "Saat ada empat atau lima laki-laki besar menyerang seekor piton, ada semacam rasa berkuasa, atau mungkin mereka merasa puas bisa menyakiti piton tersebut, dan mereka tahu kalau piton itu tidak bisa balas berbuat apa pun kepada mereka. "Ini mungkin gabungan dari tekanan pergaulan, mentalitas keroyokan, dan kemudian ada pula pelepasan emosi bagi diri mereka sendiri." Psikolog forensik senior di Promises Healthcare, June Fong, menambahkan bahwa ada pembagian rasa tanggung jawab dalam satu kelompok. "Jadi meskipun Anda tahu membunuh hewan itu salah, Anda tidak merasa bertanggung jawab sendirian karena yang lain juga melakukannya. Dan itu akan mengurangi keragu-raguan Anda," katanya. Menurut Presiden CWS Cat Welfare Society, atau Kelompok Peduli Kucing, Thenuga Vijakumar, kucing pernah dianggap sebagai hama karena jumlah kucing liar dulu terlalu banyak. "Awal mula saya jadi sukarelawan, CWS menemukan jauh lebih banyak kucing liar di jalanan daripada sekarang, dan itu pun sudah overpopulasi. "Akibatnya terjadi kekurangan sumber daya untuk merawat hewan-hewan tersebut, dan banyak yang sangat risih terhadap kucing karena jumlahnya yang terlalu banyak memunculkan gangguan bagi manusia," jelas Thenuga. Memberi makan secara sembrono juga turut membentuk citra “jorok” kucing, sebab sebagian orang melemparkan makanan untuk kucing begitu saja. Menurut Thenuga, kini orang-orang melihat bagaimana kucing dirawat secara bersih dan bertanggung jawab, sehingga citra yang lebih positif pun terbentuk. "Seiring waktu, dengan makin matangnya program sterilisasi dan makin banyaknya penyayang binatang yang terlibat, kami melihat populasi kucing di lapangan sudah lebih terkendali. "Jadi kejadian-kejadian buruk akibat banyaknya jumlah kucing sudah berkurang," tambah Thenuga yang memiliki lima ekor kucing. "Nah, yang kita lihat sekarang ini sepertinya lebih ke soal kesehatan mental, dan juga karena kucing-kucing liar gampang sekali dijadikan sasaran." KETIKA YANG MUDA MENYIKSA Kasus-kasus yang melibatkan remaja dan anak-anak jarang terjadi sebelum 2022. Tujuh laporan masuk ke SPCA tahun lalu, dan tahun ini sudah ada dua laporan. "Yang menakutkan adalah sifat dari kasus-kasus ini, bukan sekadar fakta yang terlibat itu anak-anak di bawah umur, tapi karena ada unsur kesengajaan untuk menyakiti dan melukai," ujar Aarthi. Ia menambahkan bahwa insiden semacam ini sudah melampaui rasa penasaran atau keingintahuan. "Keingintahuan itu misalnya ingin menyentuh anjing untuk merasakan sensasinya, atau ingin memegang ular karena terlihat licin." Menurutnya fenomena ini terkait dengan "elemen kebaruan," yakni ketika anak-anak meniru apa yang mereka lihat di media sosial, misalnya mengusili hewan peliharaan, demi kesenangan atau hiburan semata. "Saya bahkan tidak bisa bilang kalau itu rasa penasaran, karena saya lihat ... memaksa kucing makan rokok, hampir tidak ada di situ unsur penasarannya," kata Aarthi. Sebagian pakar lain percaya bahwa anak-anak bisa saja bertindak karena ketidaktahuan, sebab mereka tidak menyadari konsekuensi dari perilaku mereka. "Kalau orang tua kejam dan menghukum hewan, mungkin saja anak-anak juga melakukan hal yang sama," ujar dr. Boon Leng. "Kadang mereka merasa itu hal yang tepat karena mereka mungkin sedang melatih peliharaannya dan mencoba mencegahnya dari situasi yang menyusahkan, dan dengan memukul hewan itu, mereka kira itu cara yang tepat untuk melatihnya." Menurutnya, ketidakmampuan seorang anak untuk membedakan benar dan salah dapat membuat mereka bertindak tanpa melibatkan perasaan. "Bisa juga ada situasi di mana ... mereka bersikap kejam untuk memproyeksikan kemarahan, memproyeksikan kecemasan atau bahkan kadang mendapatkan kepuasan dan kesenangan dari berbuat kejam terhadap hewan itu," tambah dr. Lim. Dalam kasus-kasus lebih serius, anak-anak mungkin mengalami gangguan perilaku, imbuh para psikiater. Menurut dr. Rajesh, gangguan semacam ini tercermin pada perilaku buruk anak-anak, termasuk gemar berbohong, bolos sekolah, dan cenderung agresif atau kasar terhadap anak-anak lain maupun benda sekitar. "Jadi, sebagai bagian dari gangguan perilaku, mereka pun bisa menyakiti hewan. Gangguan perilaku bisa berkembang menjadi gangguan kepribadian antisosial saat dewasa, ketika mereka bisa jadi melanjutkan kejahatan mereka," jelas dr. Rajesh. Ia menambahkan bahwa kurangnya penyesalan dan empati juga dapat menjadi ciri individu semacam ini. Ditanya bagaimana sifat-sifat semacam itu muncul, para psikiater menyebutkan kemungkinan perpaduan unsur genetika dengan faktor-faktor lain, misalnya tumbuh dalam keluarga disfungsional yang menormalisasi kekerasan. "Lingkungan yang membentuk kekerasan atau agresi itu mungkin bahkan lazim di masa sekarang ini, bukan cuma bullies, kawan sebaya atau anggota keluarga dan wali yang agresif," kata dr. Annabelle. "Mungkin saja anak-anak atau remaja terpapar kekerasan atau perilaku agresif lewat internet, mengingat jangkauan dan peredaran konten yang menggambarkan perilaku semacam itu." Seekor beo dengan sumpit diikatkan pada kedua kakinya kiri dan merpati dengan jarum-jarum tertancap di tubuhnya. Foto ACRES DAPATKAH DISEMBUHKAN? Menurut Fong dari Promises Healthcare, tanda-tanda yang mengindikasikan niat nuntuk menyiksa hewan bisa dikenali. “Mereka mungkin mencari informasi di internet tentang cara-cara menyakiti hewan atau menyingkirkan bangkai hewan,” jelasnya. “Kalau anak dan remaja memposting di media sosial atau menyukai video yang menampilkan hewan disiksa dan mendukung kekejaman terhadap hewan, itu juga bisa jadi petunjuk.” Sebagian besar tindakan penyiksaan dilakukan secara oportunistik dan impulsif, dan intervensi yang efektif sering kali hanya bisa dilakukan setelah kejadian. Menurut Chow, pelaku kekejaman terhadap hewan memiliki riwayat, kondisi, dan motivasi yang kompleks. Intervensi pun bergantung pada akar penyebabnya. Intervensi psikologis biasanya dimulai dengan mempelajari riwayat pelaku. Sebagai contoh, Chow memiliki pasien dengan trauma masa kecil. Kemarahan dan frustrasi ia lampiaskan dengan mencekik dan memukul kucing-kucingnya. Bagian dari perawatannya adalah membantunya memahami dan mengelola emosi, memaafkan masa lalunya, serta mencari cara-cara sehat untuk menyalurkan luapan perasaannya. Menurut dr. Wang, tak ada solusi sapu jagat dalam psikiatri. Konseling dan terapi merupakan komponen penting dalam proses pemulihan, tambahnya. "Konseling jangka panjang diperlukan karena kita perlu membantu mereka memahami bahwa perilaku mereka melukai orang lain," tambahnya. Menurut dr. Lim, pada kasus anak-anak yang diduga mengalami gangguan perilaku, intervensi keluarga terbukti bermanfaat. Ia menjelaskan bahwa melalui terapi yang melibatkan orang tua, anak-anak dapat mengurangi perilaku menyimpang. Di usia dini, kepribadian anak-anak belum sepenuhnya "terkonsolidasi," tambahnya. "Ini lebih ke terapi – yang terstruktur – menetapkan batasan, juga aturan," kata dr. Rajesh, lantas menambahkan bahwa individu dengan cacat intelektual dapat diajari aneka keterampilan guna meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Menurut Fong dan dr. Rajesh, terapi perilaku kognitif dapat membantu pasien mengembangkan empati serta kemampuan untuk mengevaluasi konsekuensi dari tindakan mereka. Para ahli umumnya sepakat bahwa ketika penyiksaan dilakukan berulang-ulang dan upaya konseling tidak berhasil, penjara mungkin satu-satunya solusi. Hukuman penjara menjadi contoh bagi yang lain bahwa tidak ada toleransi bagi perilaku menyiksa. SPCA dan ACRES menekankan pentingnya membentuk sikap yang baik terhadap hewan sejak usia dini melalui pendidikan dan interaksi positif dengan hewan. PENYIKSAAN HEWAN DALAM PENYELIDIKAN Sejak 2019, AVS Animal and Veterinary Service, atau Layanan dan Kedokteran Hewan, satu lembaga Singapura di bawah National Parks Board Dewan Taman Nasional, telah menyelidiki sekitar dugaan kasus kekejaman terhadap hewan setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 5 persen kasus yang meliputi kelalaian, penelantaran, dan penganiayaan telah diganjar tindakan hukum seperti denda nonsidang, surat peringatan, dan tuntutan pengadilan. Joshua Teoh, direktur investigasi di AVS, menyampaikan kepada CNA bahwa kebanyakan dari kasus-kasus lainnya melibatkan perselisihan antartetangga atau kecelakaan lalu lintas maupun kekerasan terhadap hewan liar. Setelah menerima laporan, petugas investigasi AVS biasanya mewawancarai saksi-saksi dan bekerja sama dengan berbagai kelompok peduli binatang, klinik hewan, dan lembaga pemerintah lainnya. AVS dapat melakukan razia untuk kasus-kasus tertentu. Menurut Teoh, satu jenis kasus yang sering terjadi adalah penelantaran hewan peliharaan dalam kondisi tidak layak. “Berdasarkan apa yang kami kumpulkan dan pelajari pada kasus-kasus terdahulu, saya kira bisa kami simpulkan bahwa mayoritas pemilik hewan peliharaan kurang pengetahuan dan kesadaran akan cara merawat hewan dengan baik,” imbuhnya. “Jadi menanggapi semua itu, kami mengambil jalur edukasi. Kami berusaha mengajari mereka hal yang benar dan menyampaikan bagaimana caranya bertanggung jawab atas hewan peliharaan, apa saja yang boleh dan tidak boleh. Kebanyakan dari mereka mau menerima dan menjadi lebih baik.” Di antara beberapa tantangan yang dihadapi AVS dalam proses investigasi adalah kurangnya bukti atau saksi mata. Kadang petugas harus mengandalkan bukti petunjuk, misalnya senjata yang digunakan atau laporan pascamortem hewan yang disiksa. Saat ini SPCA memiliki empat petugas lapangan dan satu juru inspeksi. Selain menyelamatkan hewan, badan amal ini juga menindaklanjuti laporan kelalaian, penyiksaan, dan penelantaran. Kasus-kasus dapat ditangani dalam satu minggu hingga dua tahun. Ketika petugas SPCA turun tangan, mereka yang dituduh menyiksa cenderung "sangat defensif." Dikisahkan oleh Aarthi, suatu kali ada dua anak laki-laki membawa anjing mereka berjalan-jalan, dan salah satunya terekam menarik tali kekang anjing kecilnya hingga terangkat ke udara. “Kami hubungi dan kami meminta pihak berwenang untuk bergabung memberi konseling, karena ini tipis batasnya antara apa kamu paham cara memelihara anjing’ dan apa kamu sengaja menyiksa.’ “Kedua anak itu datang bersama ayah mereka dan ayahnya sangat tidak senang putra-putranya terlibat hal semacam ini. “Dia berusaha membenarkan tindakan anak-anaknya ke kami dan kami selalu kesulitan ketika dia bilang, oh, kan ada tali kekangnya, memangnya apa salahnya kalau saya angkat anjingnya seperti ini?’ “Anda pun sadar mereka mencontoh itu dari orang tuanya.” Sebagian kasus tidak dapat dilanjutkan karena kurang bukti, kata Aarthi dan Lee kepada CNA. Menurut Lee, ada pula penyayang binatang yang begitu sedihnya hingga mereka mengkremasi hewan yang disiksa, menghilangkan bukti penting yang dibutuhkan SPCA untuk menindaklanjuti kasus. Terkadang perlakuan kejam terendus jauh belakangan. Lee berkisah tentang seekor anjing yang kelaparan selama berbulan-bulan. Bangkainya diserahkan kepada SPCA dalam keadaan tinggal "kulit dan tulang." Bangkai anjing yang tinggal "kulit dan tulang" saat diserahkan kepada SPCA. Foto SPCA Singapura Pada 2014, pemilik anjing tersebut dikenai denda terberat sebesar S$ sekitar Rp95 juta berdasarkan Undang-Undang Hewan dan Burung Singapura. SPCA sebelumnya meminta agar pemilik anjing tersebut dipenjara, menyatakan denda tersebut “tidak cukup untuk penelantaran dan penganiayaan yang sedemikian ekstrem dan menyiksa terhadap hewan tak bersalah dan tak berdaya,” sebagaimana dilansir koran TODAY Singapura. Senada dengan itu, Aarthi menyerukan pemberlakuan hukuman lebih berat serta larangan memiliki hewan peliharaan seumur hidup bagi pelaku. Menurut peraturan terkini di Singapura, pelaku dapat didiskualifikasi dari kepemilikan hewan peliharaan paling lama satu tahun. Menurut jawaban parlementer tertulis oleh Kementerian Pembangunan Nasional Singapura pada bulan Maret lalu, 11 perintah diskualifikasi telah diberlakukan pada tahun 2022 atas pelaku kekejaman terhadap hewan. Berdasarkan Undang-Undang Hewan dan Burung yang berlaku, pelaku kekejaman terhadap hewan dapat dihukum penjara hingga 18 bulan, denda hingga S$ sekitar Rp165 juta, atau keduanya. Jika mengulanginya, pelaku dapat dihukum penjara hingga tiga tahun, denda hingga S$ atau keduanya. Hukuman bisa lebih berat apabila pelaku bekerja di bidang yang berkaitan dengan hewan. Terkait kasus anjing jenis silky terrier yang moncongnya diikat, belum ada yang teridentifikasi sebagai pelaku. “Untungnya anjingnya sudah pulih dalam perawatan kami dan diadopsi beberapa bulan kemudian,” ujar Lee diiringi senyum. Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris. Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai nestapa pensiunan pesepak bola yang terpaksa jual medali demi penuhi kebutuhan hidup. Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.
Memelihara hewan peliharaan seperti kucing atau anjing dapat menjadi pengalaman yang berharga untuk anak. Anak dapat belajar mengenai tanggung jawab, empati, serta meningkatkan kepercayaan dirinya. Apakah si kecil juga tertarik memiliki hewan peliharaan, Parents? Dalam sebuah sesi Instagram Live yang diadakan theAsianparent Indonesia pada Kamis 4/3, Ayang Cempaka, ilustrator Indonesia yang tinggal di Dubai berbagi cerita mengenai pengalamannya memelihara hewan bersama keluarganya. Penasaran bagaimana kisahnya? Simak ceritanya berikut ini! Artikel terkait Bantu Tumbuhkan Karakter Positif, 7 Hewan Ini Cocok Jadi Peliharaan Si Kecil Kisah Ayang Cempaka Pelihara Empat Kucing Selain sebagai ibu dari dua orang anak, Ayang Cempaka juga merupakan ibu’ dari empat ekor kucing. Kucing-kucing Ayang bernama Maru, Mika, Mylo, dan Minou. Menariknya, Ayang ternyata dari dulu ingin sekali memelihara kucing, tetapi tak diperbolehkan oleh orangtuanya. “Aku waktu masih kecil enggak boleh punya binatang. Mungkin karena zaman dulu itu banyak miskonsepsi, ya, pengetahuannya masih kurang. Sebenarnya kucing itu sendiri enggak kotor, tapi kita saja yang belum paham cara merawat dan memeliharanya. Zaman sekarang, kan, sudah banyak, ya, sumber informasi,” ucapnya mengawali cerita. Lantaran dahulu tidak diperbolehkan punya hewan peliharaan oleh orangtua, setelah menikah dan pindah ke Dubai, Ayang langsung memutuskan untuk memiliki hewan peliharaan sendiri. “Setelah menikah, setelah keluar dari rumah orangtua langsung aku punya kucing. Kucing pertama aku itu ambil dari luar apartemen, umur 1 tahun,” ungkap Ayang. Kala itu sebagai orang yang baru memiliki hewan peliharaan, Ayang menjelaskan kesulitannya dalam memelihara hewan, yaitu masih belum mengetahui cara memeliharanya dengan benar. “Aku masih belum tahu cara memelihara hewan dengan benar, karena waktu itu masih dalam konsep kita enggak ngerti, mikirnya cuma melihara doang apa susahnya. Tapi ternyata harus steril, vaksin, begitu aku di sini aku baru merasa diedukasi ternyata,” lanjutnya. Kini Ayang memiliki empat ekor kucing. Tiga ekor kucing ia adopsi dari hasil rescue atau mengambil kucing yang terbuang, dan satu lagi ia beli dari breeder khusus kucing. Artikel Terkait 7 Tips Menyiapkan Hewan Peliharaan untuk Kehadiran Buah Hati Manfaat Memelihara Hewan untuk Anak Ajarkan Komitmen, Empati dan Tanggung Jawab Ayah berharap dengan punya hewan peliharaan dapat memberikan manfaat juga untuk para buah hatinya. Seperti, anak-anaknya bisa belajar lebih banyak hal dari memelihara kucing. “Yang aku pengin anakku juga mengerti empati dan unconditional love. Memang dari awal aku yang pengin punya kucing, ya, aku yang tanggung jawab. Anak sama suami enggak terlalu, tapi lihat aku yang sangat pengin jadi sekarang misalnya kita foster atau rescue kucing atau anjing, anak-anak justru yang lebih mengerti tanggung jawab,” ungkap Ayang. Ia juga bercerita mengenai anak pertamanya yang tadinya jijikan menjadi sangat perhatian dalam mengurus hewan yang tengah ia tampung sementara. “Anakku yang besar, dia jijikan tapi ternyata bisa mungut poop anjing, terus dipel. Aku aja sampai kaget, kok, dia bisa, jadi dia memang menunjukkan kalau dia tanggung jawab karena memang ia pengin memelihara,” Ayang bercerita. Salah satu hal yang dikhawatirkan orangtua dalam mengizinkan anak punya hewan peliharaan adalah ketika hewannya mati. Begitu pula yang terjadi dengan kucing Ayang yang bernama Mona yang telah berpulang beberapa waktu yang lalu. “Tahun 2019 kita punya kucing namanya Mona, dia kita rescue dan dia meninggal, Itu cepet banget prosesnya. Yang paling pertama nge-drop aku, aku nangis-nangis. Anak-anak lihat aku kayak gitu, jadi nangis juga. Tapi aku jelasin namanya makhluk hidup pasti akan ada saatnya meninggal. Lalu daripada sakit, kan, dia sakit di paru-parunya ada air, itu, kan, sakit banget,” lanjut Ayang berkisah. Tips Memilih Hewan Peliharaan Dalam memilih hewan peliharaan, Ayang menyarankan untuk mempertimbangkan terlebih dahulu lifestyle atau gaya hidup sang pemiliknya. “Namanya juga hewan kan butuh kasih sayang, misalnya yang punya suka traveling, jarang di rumah, apakah oke untuk punya hewan peliharaan? Contohnya kalau punya anjing apa sanggup jalan-jalan setiap hari? Bisa enggak punya komitmen selama mereka hidup?” tandasnya. Dalam akun media sosial Instagram pribadinya, Ayang juga kerap berbagi mengenai tips-tips merawat kucing atau hewan peliharaan. Ia berharap dapat membantu mengingatkan betapa pentingnya komitmen dalam memelihara binatang. “Aku pernah bikin postingan di Instagram, sebelumnya kita mesti tahu komitmen punya anjing atau kucing itu luar biasa lama. Kucing masa hidupnya sekitar 22 tahun, kalau anjing 15 tahun. 15 tahun punya komitmen, ke vet, kasih makan, kalau kenapa-kenapa mesti siap secara emosional dan finansial,” Ayang berujar. Artikel Terkait 5 Tips Ibu Hamil Memelihara Hewan di Rumah, Wajib Catat Parents! Jika anak ingin punya hewan peliharaan, orangtua dapat membantu membimbingnya untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap binatang miliknya. Supervisi orangtua ketika anak merawat hewan juga sangat diperlukan. “Kalau orang dewasa mungkin mengerti, kalau anak balik lagi ke orangtua. Harus ada planning-nya. Aku ke anak aku, aku kasih dia rasa tanggung jawab, bahwa binatang peliharaan adalah bagian dari keluarga. Menurut aku itu tanggung jawab orangtua untuk menekankan itu,” katanya. Tak hanya itu, Ayang juga menyarankan untuk melakukan riset terlebih dahulu sebelum membeli hewan peliharaan. Anak harus tahu apa saja kebutuhan sang hewan, cara merawat dengan baik, serta apa yang tidak boleh dan tidak boleh dilakukan kepada peliharaannya. “Pesanku adalah do your research, cari tahu sebanyak-banyaknya. Lalu conscious, sadar tahu ukuran diri sendiri, tak boleh egois sebelum memutuskan punya hewan. Terakhir, kalau bisa sebaiknya adopt don’t shop, adopsi saja daripada beli,” pesan Ayang sembari mengakhiri ceritanya. Dari pengalaman Ayang Cempaka mengurus dan merawat kucing bersama anak-anaknya, Parents bisa tahu bahwa merawat hewan itu rumit dan perlu komitmen dalam waktu yang lama. Tugas orangtua adalah membimbing anak agar bisa mendapatkan pelajaran yang berharga dalam memelihara hewan. Semoga informasi ini dapat bermanfaat, ya, Parents! Baca Juga Anak digigit hewan peliharaan, ini pertolongan pertama yang harus dilakukan Wajah Bayi dicakar Hewan Peliharaan, Peringatan Bagi Para Orangtua Tidur dengan hewan peliharaan, aman atau berbahaya untuk kesehatan? Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
ra hewan, maka kamu perlu tahu bagaimana cara merawat hewan peliharaan yang benar. Dengan begitu, kamu pun bisa memberikannya makanan yang tepat. Sebelumnya, kamu bisa mencari tahu terlebih dahulu informasi seputar makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi hewan kesayangan kamu. Ada berbagai cara yang bisa kamu lakukan dalam mencari informasi tersebut, salah satunya adalah melalui internet. Akan tetapi, untuk mendapatkan informasi yang akurat maka sebaiknya kamu mengunjungi dokter hewan. Sebab, saat mengunjungi dokter hewan kamu juga bisa sekaligus bertanya mengenai jenis makanan dan juga porsi yang sesuai untuk hewan peliharaan yang kamu miliki. Dengan begitu, kamu bisa memberikannya porsi dan jenis makanan yang tepat. 4. Membersihkan Tubuhnya Dengan Teratur Selain menjaga pola makannya, cara merawat hewan peliharaan selanjutnya yang bisa kamu terapkan adalah dengan memandikannya secara teratur. Untuk itu, kamu pun jangan sampai terlupa untuk membersihkan badannya secara rutin. Hal tersebut berguna agar nantinya kondisi kesehatan dari hewan tersebut akan tetap terjaga. Untuk waktunya sendiri, anda bisa memandikannya kurang lebih sekitar 1 kali dalam waktu dua hingga tiga minggu. Tak hanya membersihkan badannya saja, kamu juga perlu untuk membersihkan tempat tinggal atau kandangnya. Tidak lupa pula tempat makan dan tempat minumnya juga perlu rutin untuk kamu bersihkan. Bagi kamu yang memiliki hewan peliharaan dengan ukuran yang besar maka kamu bisa membeli tempat khusus yang berfungsi untuk membersihkan hewan tersebut. Sebut saja seperti bak yang mempunyai ukuran yang besar. Selain itu, apabila kamu memiliki hewan peliharaan yang berbulu, maka pastikan juga untuk merawat bulunya. Contohnya saja, ketika kamu memelihara kucing di rumah selama pandemi. Maka kamu pun wajib untuk menyisir bulu kucing tersebut secara teratur. Cara merawat hewan peliharaan ini tentunya sangatlah penting. Hal ini dikarenakan berfungsi untuk mengangkat bulu bulu mati yang terdapat pada kucing. Selain itu, menyisir bulunya juga menjadi salah satu alternatif untuk menghilangkan jamur dan juga membasmi kutu yang terdapat di dalam kucing. Oleh karena itu, ketika kamu melakukan pembersihan, maka usahakan untuk melakukannya secara menyeluruh. Sehingga, hewan peliharaan pun akan semakin sehat dan tidak terkena berbagai macam penyakit. 5. Melakukan Kunjungan Secara Berkala ke Dokter Hewan Karena hewan juga merupakan makhluk hidup, maka mereka pun juga membutuhkan kunjungan ke dokter layaknya manusia. Oleh sebab itu, apabila kamu ingin serius untuk memelihara hewan, maka tak ada salahnya untuk melakukan cek kesehatan secara rutin dan berkala pada hewan peliharaan anda. Hal ini pun bisa kamu lakukan sejak mulai pertama kali mengadopsi hewan peliharaan tersebut. Sehingga, kamu bisa memberikan hewan peliharaan tersebut berupa vaksin dan juga hal lain agar tetap sehat. Selain itu, kamu juga bisa untuk berkonsultasi kepada dokter hewan tentang bagaimana cara merawat hewan peliharaan dengan baik dan benar. Oleh sebab itu, kamu bisa menetapkan kunjungan pemeriksaan untuk hewan yang kamu pelihara. Di dalam kunjungan tersebut kamu juga bisa sekaligus menanyakan tentang apa saja yang diperlukan untuk merawat hewan, terutama dari segi medis. Sehingga, kamu pun bisa memberikan yang terbaik untuk hewan yang sedang dipelihara. Baca juga 8 Jenis Alat Tulis Kantor, Harus Tersedia Selama WFH! Beli Perlengkapan untuk Hewan dengan Cashbac Tidak perlu repot penuhi keperluan di rumah dengan Cashbac bisa Order dari Rumah atau buat kamu yang ingin datang langsung bisa gunakan Cashbac agar lebih hemat dengan Rewards hingga 100ribu di ACE Hardware, ACE Express, dan Informa. Jangan lupa pakai masker, jaga jarak aman dan selalu cuci tangan ya. Belanja di ACE Hardware, ACE Express, dan Informa dan merchant lainnya untuk keperluan rumah hingga keperluan untuk hewan peliharaan kamu seperti kandang, aquarium, mainan hewan, dsb, klik gambar di atas ya. Beberapa cara tersebut merupakan tips umum yang bisa kamu lakukan untuk merawat hewan peliharaan. Di dalam mengisi kekosongan aktivitas di masa pandemi, tak ada salahnya untuk memelihara hewan. Ada banyak hewan yang bisa kamu coba pelihara seperti, kucing, anjing, burung, kura kura hingga ikan menjadi pilihan yang tepat untuk memelihara hewan.
Jelajahi Buku Cara Merawat Hewan Peliharaan dari Gramedia. Buku disusun berdasarkan penjualan terbanyak. Mengenal Lebih Dekat Ciri-Ciri serta Keanekaragam Pada Hewan Vertebrata dan Invertebrata Gramedia Best Seller – Hewan sebagai organisme eukariotik multiseluler yang membentuk kerajaan biologi. Hewan mengkonsumsi bahan organik, menghirup oksigen, dan dapat bergerak, serta bereproduksi secara seksual. Hewan dengan segala karakteristik yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya. Simak penjelasan lebih lengkap mengenai hewan atau animalia berikut ini Ciri-Ciri Hewan Zoologi merupakan Studi yang meneliti tentang hewan, ada lebih dari 1,5 juta spesies hewan yang masih hidup telah dideskripsikan, 1 juta diantaranya adalah serangga namun diperkirakan ada lebih dari 7 juta spesies hewan. Hewan sendiri umumnya memiliki panjang dari 8,5 mikrometer sampai 33,6 meter dan memiliki interaksi rumit antara yang satu dengan yang lainnya. Merela membentuk jaring-jaring makanan dan dapat berorganisasi. Adapun untuk ciri-ciri hewan diantaranya Komponen terbesarnya terdiri atas protein struktural kolagen. Keunikan hewan memiliki 2 jaringan yang bertanggung jawab atas penghantaran impuls dan pergerakan yaitu jaringan saraf dan jaringan otot sehingga dapat bergerak secara aktif. Hewan Memerlukan makanan untuk tumbuh dan bertahan hidup. Sebagian besar hewan bereproduksi secara seksual, dengan tahapan diploid yang mendominasi siklus hidupnya. Alat pernapasannya bermacam-macam tergantung pada tempat hidupnya ada yang bernapas dengan paru-paru seperti kucing, insang seperti ikan, kulit seperti cacing, trakea seperti serangga. Hewan merupakan organisme eukariote, multiseluler dan heterotrofik yang memasukkan bahan organik yang sudah jadi, ke dalam tubuhnya dengan cara menelan “ingestion” atau memakan organisme lain, atau memakan bahan organik yang terurai. Keanekaragaman Hewan Hewan sebagai kelompok besar organisme multiseluler, yang mampu menanggapi rangsangan dengan aktif, dan memperoleh nutrien dengan memakan organisme lain. Keanekaragaman hewan diantaranya terdiri dari variasi struktur, bentuk, jumlah, dan sifat lainnya pada suatu waktu dan tempat tertentu. Hewan termasuk dalam Kingdom Animalia. Berdasarkan ada atau tidaknya tulang belakang, hewan dibagi lagi menjadi dua yaitu Invertebrata Hewan Invertebrata sebagai hewan yang tidak bertulang belakang memiliki struktur morfologi dan anatomi lebih sederhana dibanding kelompok hewan bertulang belakang. Selain itu, sistem pencernaan, pernapasan dan peredaran darah lebih sederhana dibandingkan hewan invertebrata Protozoa Protozoa merupakan Hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Protozoa dapat hidup di air atau di dalam tubuh makhluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri atau soliter atau beramai-ramai atau koloni. protozoa memakan tumbuhan dan hewan, dan berkembang biak secara reproduksi aseksual atau vegetatif dengan cara membelah diri dan dengan cara seksual atau generatif konjugasi. Contohnya amoeba. Filum protozoa terbagi menjadi beberapa kelas diantaranya Kelas hewan berambut getar Ciliata, Kelas hewan berkaki semu Rhizopoda, Kelas hewan berspora Sporozoa dan Kelas hewan berbulu cambuk Flagellata. Porifera Merupakan Binatang atau hewan berpori karena tubuhnya berpori-pori, hidup di air dengan memakan makanan dari air yang disaring oleh organ tubuhnya. Porifera sendiri terdiri dari tiga kelas yaitu Kelas Corcorea Terdiri dari zat kapur spikula dan hidup di laut yang dangkal contoh Seghpha sp., Charsarina sp. Kelas Hexactinellida Terdiri atas zat kersik dan hidup di laut yang dalam. Contohnya Pnerorepa sp. Kelas Demospongiae Tubuh lunak bahkan tidak mempunyai rangka, contoh Spongia sp. Coelenterata Merupakan hewan berongga yang berasal dari kata coilos berongga dan entron usus coelenterata mempunyai dua macam bentuk yakni bentuk pasif yang menempel pada suatu dasar dan tidak berpindah. Coelenterata terdiri dari 3 kelas, yaitu Anthozoa Hydrozoa Scyphozoa Platyhelminthes Berasal dari bahasa Yunani, kata plays pipih dan hemlines cacing, Platyhelminthes merupakan binatang sejenis cacing pipih dengan simetri tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat saraf yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan sebagai biang timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang atau hewan atau manusia. Contohnya pada planaria, cacing pita, cacing hati, polikladida. Platyhelminthes terbagi dalam beberapa kelas, diantaranya Kelas turbellaria cacing berambut getar, Kelas trematoda cacing isap dan Kelas cestoda cacing pita. Nemathelminthes Hewan merupakan hewan dengan tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tidak ada sistem peredaran darah. Contohnya pada cacing gilik, cacing askaris, cacing akarm cacing tambang, dan cacing filaria. Annelida Annelida berasal dari bahasa yunani Annulus yang berarti cincin serta oidos yang berarti bentuk. Jadi annelida adalah cacing yang bentuknya seperti cincin. Annelida mempunyai tubuh yang lunak dan basah serta bernapas menggunakan kulitnya. Contoh dari cacing annelida yakni Lintah, cacing tanah, cacing pasir. Annelida berhabitat di darat, laut dan air tawar, Mempunyai alat pencernaan yang sempurna, Mempunyai sistem saraf tangga tali, Sistem peredaran darah tertutup, Alat respirasi berupa kulit dan Alat ekskresi berupa nefridia. Echinodermata Berasal dari bahasa Yunani echimos landak dan derma kulit semua hewan yang termasuk filum echinodermata biasanya hidup di laut, dengan bentuk tubuh yang simetris radial sisi tubuh melingkar sama. Mempunyai sistem ameudakral sistem pompa air. Rangka dalam berkapur dan memiliki banyak duri yang menonjol. Echinodermata dapat dibagi menjadi 5 kelas, yaitu Asteroidea, Contohnya pada Dermaterias imbricate dan Asterias vulgaris atau bintang laut Ophiuroidea atau bintang ular laut Contohnya pada Ophioderma brevispinum atau bintang ular laut. Echinoidea atau landak laut Contohnya pada Diadema antillarum atau landak laut Echinos esculentus atau bulu babi berbulu pendek Holothuroidea atau teripang Contohnya pada Holothuria scabra atau teripang, Curcuma planci atau mentimun laut. Crinoidea atau lili laut Contohnya pada Lamprometra palmata atau lili laut Arthropoda Arthropoda merupakan hewan dengan kaki beruas-ruas dengan sistem saraf tali dan organ tubuh telah berkembang dengan baik. Tubuh arthropoda terbagi atas segmen-segmen yang berbeda dengan sistem peredaran darah terbuka. Arthropoda dapat dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Insecta atau serangga Hetaerina Americana atau capung Crustacea atau udang-udangan Coenobita clypeatus atau umang kelomang Arachnida atau laba-laba Contohnya Eurypelma californica atau laba-laba Myriapoda atau lipan Contohnya Scolopendra subspinipes atau kelabang lipan, kecoa Vertebrata Vertebrata adalah kelompok hewan yang memiliki ruas-ruas tulang yang berderet mulai dari leher hingga ekor atau disebut juga tulang belakang. Tulang ini berfungsi sebagai penyokong tubuh dan melindungi sistem saraf. Ciri-ciri tubuh hewan yang bertulang belakang diantaranya Mempunyai tulang yang terentang dari belakang kepala sampai bagian ekor, memiliki otak yang dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, tubuh berbentuk simetris bilateral, mempunyai kepala, leher, badan dan ekor walaupun ekor dan leher tidak mutlak ada, Sistem peredaran darah tertutup, Bagian terluar tubuh vertebrata berupa kulit yang tersusun atas epidermis lapisan luar dan dermis lapisan dalam, Kulit vertebrata ada yang tertutup bulu ada juga yang tertutup dengan rambut, Alat ekskresi berupa ginjal, Alat pernapasan berupa paru-paru, kulit, atau insang, Sepasang alat reproduksi di kanan dan dikiri, Sistem endokrin berfungsi menghasilkan hormone, Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat otak dan sumsum tulang belakang dan sistem saraf tepi serabut saraf, Sistem peredaran darah terdiri dari jantung dan sel-sel darah, Sistem gerak terdiri dari rangka sebagai alat gerak pasif dan otot sebagai alat gerak. Hewan bertulang belakang vertebrata ini terdiri atas kelas yaitu Pisces Ikan termasuk hewan vertebrata karena memiliki rangka yang tersusun dari tulang keras yang mengandung kalsium fosfat. Pisces memiliki habitat di air dengan alat pernafasan berupa insang operculum dan dibantu oleh kulit, Tubuhnya terdiri atas Kepala Rangka tersusun atas tulang sejati, Jantung terdiri atas satu serambi dan satu bilik Tubuh ditutupi oleh sisik dan memiliki gurat sisi untuk menentukan arah dan posisi berenang Contoh ikan gurami, hiu, dan ikan lele. Amphibia Amphibi adalah hewan vertebrata yang dapat hidup di dua habitat, yaitu darat dan air. Namun tidak semua jenis Amphibia hidup di dua habitat, seperti beberapa jenis katak dan salamander. Habitatnya secara keseluruhan dekat dengan air dan tempat yang lembab seperti rawa dan hutan hujan tropis. Berikut adalah ciri-ciri amphibia Hidup di air pada fase larva dan di darat atau tempat-tempat yang lembab fase dewasa Penutup tubuh berupa kulit yang licin dan tidak bersisik Alat pernapasan berupa insang, paru-paru, dan kulit Berkembangbiak dengan menghasilkan telur yang tidak bercangkang Pembuahan terjadi di luar tubuh induk fertilisasi eksternal, di air, atau tempat yang lembab. Beberapa spesies amphibi mengalami perubahan bentuk tubuh selama proses pertumbuhan metamorfosis Berdarah dingin Reptilia Ciri-ciri hewan melata diantaranya Kulit kering bersisik dari zat tanduk karena zat keratin, Bernafas dengan paru-paru, Berdarah dingin poskolonial yakni yang suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan, Umumnya bersifat ovipar bertelur, contoh kadal, dan vivipar beranak, contohnya ular Jantung terdiri dari empat ruang yaitu dua serambi dan dua bilik yang masih belum sempurna Contoh ular, kadal dan iguana. Aves ves memiliki tubuh berbulu yang membentuk sayap dan digunakan untuk terbang. Namun, tidak semua aves bisa terbang. Aves yang tidak bisa terbang antara lain ayam, angsa, dan kalkun. Beberapa ciri burung yaitu Alat penglihatan, alat pendengaran dan alat suara sudah berkembang dengan baik, Berdarah panas homolateral Jantung terdiri dari empat ruang 2 serambi dan 2 bilik yang sudah berkembang dengan baik Pembuahan sel telur dan sperma atau fertilisasi terjadi di dalam tubuh induk fertilisasi internal Terdapat sepasang testis, Sedangkan ovarium hanya satu dan tumbuh dengan baik di sebelah kiri Mammalia Mamalia memiliki kelenjar mamae kelenjar susu di daerah perut atau dada yang berfungsi untuk memproduksi susu sebagai sumber makanan utama hewan mamalia adalah hidup di daratan, tetapi ada pula yang hidup di air seperti ikan paus dan lumba-lumba. Ciri-Ciri Mamalia diantaranya Berdarah panas Pada kulit terdapat kelenjar keringat dan kelenjar minyak Otaknya berkembang dengan baik Bernafas dengan paru-paru dan memiliki diafragma untuk membantu bernapas Terdapat 4 ruang jantung yang sempurna diantaranya kambing, kucing, sapi, dan gajah. Berkembangbiak dengan cara melahirkan Pembuahan terjadi di dalam tubuh induk fertilisasi internal
cerita tentang merawat hewan peliharaan